Hariannetwork.com – Kick Off Penyelesaian kasus Pelanggaran HAM berat masa lalu sudah di mulai dari ujung Sumatera. Langkah Penjabat Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto di anggap tepat demi menghilangkan dendam masa lalu pada generasi masa hadapan.
Walaupun di tengah Kontroversi Aktifis HAM, tidak menyurutkan semangat Mantan Kabinda NTB dalam menyatakan bahwa Rumoeh Geudong bukan situs sejarah.
“Rumoeh Geudong bukan situs sejarah,” kata Wahyudi.
Pernyataan itu telah mengguncang seluruh Aceh. Para Aktivis HAM bahkan turut berkomentar tajam. Seolah Wahyudi telah melakukan kesalahan besar. Namun siapa sangka, langkah mantan Direktur Pengendalian dan Operasi Badan Intelijen Negara (BIN) ini justru menjadikan Rumoeh Geudong sebagai pusat episentrum pusaran opini nasional.
Baca Juga: Wahyudi Adisiswanto: Pj. Bupati Pidie, Pemimpin Idaman yang Membawa Harapan Baru
Langkah Direktur Perencanaan dan Pengendalian Kegiatan Operasi BIN itu dinilai cukup berani, dan mengundang kontroversi. Bahkan membiarkan panah opini media menghajar dirinya.
Wahyudi justru membiarkan panah opini media menghajar dirinya. Hal ini semata-mata hanya untuk menghilangkan dendam pada generasi muda Aceh, terutama generasi muda Pidie.
“Jangan wariskan dendam pada generasi muda, pernyataan ini adalah wasiat dari Kyai saya, Jadi apapun opini hari ini kami tetap berkeyakinan bahwa sesungguhnya Alim Ulama ini paham mana hitam dan putih” Ungkapnya.
Berdasarkan kesaksian para korban, peristiwa Rumoh Geudong memang sangat sulit diterima akal sehat. Melahirkan trauma berkepanjangan; membuat bulu kuduk berdiri. Tapi, semua sudah terlanjur terjadi dan ini bukan saatnya kita berkoar-koar tentang kabar miring bahwa sisa Rumoeh Geudong baru diratakan kemarin, menjelang kedatangan Jokowi. Atau, mengklaim itu telah “merusak upaya keadilan atas kejahatan kemanusiaan di Aceh”.
Sejarah mesti diluruskan karena hingga saat ini, yang tersisa dari Rumoeh Geudong hanya tangga batu. Setidaknya tangga itu masih bersisa sebagai pengingat atas tragedi besar, yang kita tidak tahu, apakah nanti negara benar-benar mau menyelesaikan secara adil atau tidak.
Baca Juga: Wahyudi Adisiswanto: 2024, Kabupaten Pidie Zero Desa Tertinggal
Atau, Rumoh Geudong akan dilupakan dengan sendirinya. Sehingga generasi berikut, 25 tahun ke depan, tak menanggung warisan dendam tatkala mereka menapaki masa depan di era generasi “emas” 2045.
Saat itu, Indonesia genap 100 tahun; satu abad. Maka, generasi muda, atau anak-anak yang lahir 10 tahun belakangan inilah yang akan memimpin Indonesia kelak. Tentu, harapan kita semua, tanpa beban luka yang menyeramkan di Rumoeh Geudong. Zkr
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara, klik http://hariannetwork.com